Karya teman-teman

Memaknai Ketulusan Kasih
Sebuah kisah yang mungkin bisa membuat kita tersentuh......
Seorang gadis cantik hendak pamit kepada kedua orang tuanya untuk study di luar kota. Dengan persetujuan orang tuanya, diapun berangkat merantau di negeri orang. Selama di luar kota, sangat jarang dia memberi kabar kepada kedua orang tuanya apalagi untuk mengeluh kesusahan yang dialami selama menuntut ilmu. Dia begitu giat belajar dan tekadnya akan pulang kelak ketika sudah berhasil..
Suatu hari dia menghubungi orang tuanya,, “papa, besok aku akan pulang”, sang papa menjawab dengan bangga, “iya anakku, segala sesuatu akan dipersiapkan untuk menyambut kedatanganmu”, anakpun berkata, “papa, bolehkah saya membawa teman untuk tinggal bersma-sama dengan kita?”, papa menjawab “ooh mengapa tidak, bawa saja dia”.. kata anaknya lagi, “tapi keadaan fisiknya berbeda pa, dia lumpuh dan badannya penuh kudis”, sang papa dengan suara keras berkata, “untuk apa membawa teman seperti itu, tidak akan ada yang mau mengurusnya, dia hanya akan membuat repot orang-orang”.
Kemudian sambungan telepon terputus.
Keesokkan harinya, ketika sepasang suami istri ini akan menjemput putri kesayangannya diperjalanan dekat terminal, terlihat orang banyak berkerumun seperti ada kecelakaan. Mereka pun mendekat dan melihat sosok seorang gadis tergeletak tak berdaya. Ternyata dia adalah putri kesayangan yang sedang di nanti kedatangannya. Melihat tubuh putrinya yang penuh dengan kudis dan sebuah kursi roda didekatnya, maka teringatlah sang papa dengan apa yang diucapkan anaknya ditelepon kemarin. Ternyata teman yang hendak dibawah dirumah dengan pendeskripsian keadaan fisik yang lumpuh dan penuh kudis adalah dirinya sendiri.
Sang papa mendekat dan melihat sepucuk kertas disaku kemeja anaknya, kertas itu bertuliskan, “papa mama, sekarang aku tidak layak untuk kembali kerumah, kakiku lumpuh dan badanku penuh kudis. Jika aku kembali kerumah, tidak akan ada yang mau mengurusku, badanku sangat berbau busuk dan tidak akan ada yang mampu mengangkatku. Aku tidak layak bagi kalian. Terimakasih atas semua yang telah kalian berikan. Salam anakmu... “
Membaca surat itu, sang papa berteriak dengan keras tak sanggup menahan penyesalan dan kesedihan yang dia rasakan dan seolah tidak menginginkan semua itu terjadi. Tapi apalah daya, semuanya sudah terlambat, sang anak tercinta sudah kembali kepangkuan Bapa disorga.
Cerita diatas menggambarkan kehidupan manusia sekarang. Manusia selalu menginginkan kesempurnaan tanpa ada cacat cela. Manusia tidak mau menerima kekurangan yang dimiliki oleh sesamanya. Tapi lihat Allah kita, Dia sungguh hebat, merelakan anakknya datang kedunia untuk mebus dosa-dosa manusia. Dari segala pikiran yang tidak lepas dari keinginan yang sempurna, dari segala perbuatan yang mencelakakan orang lain, dari segala tindakan yang menjadi batu sandungan bagi orang lain. Tapi, lihat apa yang Tuhan kerjakan, Dia tidak hanya menyelamatkan orang yang memiliki harta kekayaan melimpah, orang dengan keadaan fisik yang sangat baik tanpa cacat; Tuhan kita tidak demikian, Dia menyelamatkan seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Termasuk orang-orang yang tidak percaya. Lihat betapa mulianya Allah kita, betapa luar biasanya Allah kita. Sungguh Dia teladan bagi orang yang mau berharap dan percaya kepadaNya.
by : Mis Riawatny Sidaluwu


Hidup Dikematian Kehidupan
Seorang pendeta berdiri di pinggir jalan di dekat sebuah halte bus. Tak henti- hentinya ia berteriak,“Siapa yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, maka ia akan diselamatkan.” Ia juga meneriakan agar semua manusia bertobat dan tak berbuat dosa. Tiba - tiba seorang anak muda datang dan berdiri di depannya lalu bertanya,“ Bapak pendeta! Anda mengatakan bahwa semua manusia adalah orang-orang berdosa tanpa terkecuali, membawa serta dosa dalam diri sendiri sama dengan memikul sebuah beban yang amat berat. Namun, saya tak pernah merasakannya sedikitpun. Katakanlah padaku, berapa berat sebuah dosa itu ? Lima kilo ? Sepuluh kilo ? Atau seratus kilo ?”.Sang pendeta memperhatikan anak muda tersebut dengan seksama lalu balik bertanya,“Bila kita meletakan 500 kilo beban ke atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban yang dipikulnya itu berat ?” Dengan cepat dan pasti anak muda tersebut menjawab,“Tentu saja tidak! Ia pasti tidak merasa berat karena ia telah mati.” Sang pendeta mengagumi anak muda tersebut. Sambil tersenyum ia menjawab,“ Hal yang sama terjadi pada kita, kita tentu tak merasa bahwa beban dosa yang kita pikul itu berat, karena pada saat kita berada dalam dosa, saat itulah kita sebetulnya telah mati.”

Bila anda masih mampu merasa sakit berhadapan dengan dosa- dosa yang anda perbuat, maka bersyukurlah, karena Roh Kudus sedang bekerja dalam diri anda untuk mengingatkan anda untuk tak berbuat dosa lagi. Namun, bila suatu saat anda tak merasa bersalah sedikitpun saat berbuat dosa, maka saat itu sebetulnya anda telah mati.

Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” ( 1 Yohanes 3 : 6)

By : Jimmy Paays

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Keren..

Light21 mengatakan...

ehem..