Seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk
pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun. Ia ingin
menikmati masa tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan
penghasilan rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat.
Ia pun menyampaikan rencana
tersebut kepada mandornya. Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan
salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki
dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa memaksa. Sebagai permintaan terakhir
sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi
membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya. Dengan berat hati si tukang kayu
menyanggupi, namun ia berkata karena ia
sudah berniat untuk pensiun maka ia akan mengerjakannya tidak dengan segenap
hati. Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, "Kerjakanlah dengan
yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik
yang ada." Tukang kayu lalu memulai pekerjaan terakhirnya.
Ia begitu malas-malasan. Ia
asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas mencari, maka ia gunakan
bahan-bahan berkualitas rendah. Sayang
sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya. Saat rumah itu
selesai. Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun
pintu depan, ia berbalik dan berkata,
"Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!" Betapa
terkejutnya si tukang kayu.
Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu
bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan
sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia harus tinggal di rumah yang ia bangun
dengan asal-asalan.
Inilah refleksi hidup kita!
Pikirkanlah kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan
Anda. Setiap kali Anda memalu paku, memasang rangka, memasang keramik,
lakukanlah dengan segenap hati dan bijaksana. Sebab kehidupanmu saat ini adalah
akibat dari pilihanmu di masa lalu. Masa depanmu adalalah hasil dari
keputusanmu saat ini.